Waktu
itu ada salah satu anggota grup di WA yang intinya ia tidak ingin menikah, ia
berfikiran bahwa masih banyak hal yang harus dia lakukan ketimbang berkomitmen dengan
seseorang. Ya mungkin ia bukan tidak ingin, melainkan banyak tanggungan yang
harus ia tanggung, menikah ia tetap ingin mungkin nanti - nanti. Sampai ada
salah satu temen yang bilang kalo orang itu tuh ga punya beban biologis. Awalnya
sempet bingung apa maksudnya beban biologis? Beban biologis mungkin bisa diartikan beban yang
ada dalam diri manusia, satu beban yang harus dilepaskan dengan menikah, mungkin lebih tepatnya hasrat
kali ya. Manusia itu butuh menikah, agar
hasratnya tersalurkan.
Saat lagi berselancar di FB lalu
muncul lah postingan kakak kelas, subhanallah dia menikah hanya beberapa hari sebelum
ramadhan, ramadhan sudah menggenggam tangan yang halal, Barakallah ya kak, sang
suami hafiz 30 juz, begitu pun istrinya juga seorang hafizhah, semoga kalian
menghasilkan anak-anak yang mencintai al-qur’an seperti abi dan umminya. Salut
nya lihat pasangan ini, lihat postingan mereka lantas kepolah terhadap mereka,
stalkin fb’nya dan ternyata sungguh luar biasanya antara khitbah dan akad hanya
berselisih tiga hari. Masya Allah sungguh proses yang luar biasa cepetnya, dan
memang seperti itu seharusnya, niat baik jangan ditunda-tunda. Salut rasanya, apalagi
pas lihat usianya istrinya ternyata lebih muda dari saya. ( beda banget sama
diri ini yang selalu menunda-nunda sesuatu 😢 ).
Sungguh bener-bener iri, si istrinya
ini yang lebih memilih mondok ketimbang jadi mahasiswi, mengabdikan dirinya
menghafal al-qur’an, dan ternyata sang suami pun sama, selepas SMA ia tidak langsung melanjutkan
kuliahnya tetapi ingin focus terhadap hafalannya. Padahal si kakak ini sudah
hafiz 30 juz sejak kelas 3 SMA.
Sedangkan saya??? Apa yang saya kejar???? Iri dengan mereka yang begitu
dekatnya dengan Sang Penciptanya. Iri dengan mereka yang begitu mencintai
Kalam-Nya. Iri dengan mereka yang bisa Khusyuk berkhalwat denga Rabb-Nya. Dan
saya????? Hanya membuang-buang waktu untuk hal yang tidak penting.
Mengenal sosok kakak yang ini
membuat saya banyak belajar, mendahulukan apa yang di cintai Rabb-nya, ketimbang
memilih dunia, meski memilih menghafal Al-qur’an kita bisa tetap hidup sama
seperti yang lainnya. Bahkan Jauh lebih indah bila kita bisa menghafal
Ayat-Nya. Ada sebuah tulisan yang dibuat si Kakak ini untuk istrinya yang saya
suka “aku menjadi hal ketiga yang kamu cintai setelah Allah, Rasul lalu aku”.
dia tidak menuntut untuk menjadi yang pertama dicintai, tapi dia ingin istrinya
ini mencintai Allah dan Rasulnya dulu baru kemudian dirinya. Rasanya jarang
banget ada laki-laki yang seperti ini untuk zaman sekarang. Kadang kita tak
perlu kemewahan dengan seperti ini pun kita bisa hidup. Ketika Allah menjadi
hal utama, maka semua akan terasa mudah. Dan lagi-lagi janji Allah itu nyata
“laki-laki baik untuk perempuan baik-baik. Perempuan baik-baik untuk laki-laki
baik” jadi buat apa ragu, karna Allah sudah memasangkan kita sesuai dengan
cerminan kita, sekarang saat panggilan jodoh itu belum ada, waktunya
memperbaiki diri, memperbaiki akhlak, agar saat panggilan itu sudah datang
akhlak kita sudah baik, bisa menyenangkan pasangan, berpahala dan di Ridhoi
Allah, bukankah nikmat terindah adalah diridhoi Allah????.
Dan saya sebagai muslimah ditengah
kelabilan diri ini mendapat banyak pelajaran yang bisa diambil dari sosok kakak
ini. Sikap apa yang harus saya terapkan. Dan semakin saya ingin berdoa kepada
Rabb, agar lelaki yang telah dipersiapkan-Nya juga sosok laki-laki yang sholeh,
karna sholeh adalah hal yang complete, dia mencintai Allah dan Rasulnya, dia
mengerti bagaimana bersikap terhadap pasangannya, dia tau bagaimana bersikap
terhadap lingkungannya dan keluarganya.
Sebenernnya kisah si kakak kelas itu
udah setahun yang lalu, tapi baru tadi sore buka-buka file di flashdisk dan
menemukan tulisan ini. Dan sekarang juga sudah mendekati Ramadhan, berarti
tulisan itu tepat setahun yang lalu.
Komentar
Posting Komentar